Rabu, 19 Mei 2010

Sejarah Subang




Prasejarah

Bukti adanya kelompok masyarakat pada masa prasejarah di wilayah Kabupaten Subang adalah ditemukannya kapak batu di daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden, Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak neolitikum ini menandakan bahwa saat itu di wilayah Kabupaten Subang sekarang sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola sangat sederhana.
Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Sagalaherang.

Hindu

Pada saat berkembangnya corak kebudayaan Hindu, wilayah Kabupaten Subang menjadi bagian dari 3 kerajaan, yakni Tarumanagara, Galuh, dan Pajajaran. Selama berkuasanya 3 kerajaan tersebut, dari wilayah Kabupaten Subang diperkirakan sudah ada kontak-kontek dengan beberapa kerajaan maritim hingga di luar kawasan Nusantara. Peninggalan berupa pecahan-pecahan keramik asal Cina di Patenggeng (Kalijati) membuktikan bahwa selama abad ke-7 hingga abad ke-15 sudah terjalin kontak perdagangan dengan wilayah yang jauh. Sumber lain menyebutkan bahwa pada masa tersebut, wilayah Subang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Kesaksian Tome’ Pires seorang Portugis yang mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri pantai utara Jawa, kawasan sebelah timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah wilayah kerajaan Sunda.



Islam

Masa datangnya pengaruh kebudayaan Islam di wilayah Subang tidak terlepas dari peran seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga, Majalengka. Sekitar tahun 1530, Wangsa Goparana membuka permukiman baru di Sagalaherang dan menyebarkan agama Islam ke berbagai pelosok Subang.

Kolonialisme

Pasca runtuhnya kerajaan Pajajaran, wilayah Subang seperti halnya wilayah lain di P. Jawa, menjadi rebutan berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram, Sumedanglarang, VOC, Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh di daerah yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram-VOC, wilayah Kabupaten Subang, terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik bagi pasukan Sultan Agung yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa dengan Sunda, karena banyak tentara Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram dan menetap di wilayah Subang. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha. dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu, wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch bestuur) yang berkedudukan di Subang.

Nasionalisme

Tidak banyak catatan sejarah pergerakan pada awal abad ke-20 di Kabupaten Subang. Namun demikian, Setelah Kongres Sarekat Islam di bandung tahun 1916 di Subang berdiri cabang organisasi Sarekat Islam di Desa Pringkasap (Pabuaran) dan di Sukamandi (Ciasem). Selanjutnya, pada tahun 1928 berdiri Paguyuban Pasundan yang diketuai Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya Odeng Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra dan rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands yang mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa saat. Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T Lands. Selanjutnya Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional Indonesia yang berkedudukan di Subang. Sementara itu, Darmodiharjo tahun 1935 mendirikan cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti oleh cabang Parindra dan Partindo di Subang. Saat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut Indonesia berparlemen, di Bioskop Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang Subang untuk mengenukakan tuntutan serupa dengan GAPI Pusat.

Jepang

Pendaratan tentara angkatan laut Jepang di pantai Eretan Timur tanggal 1 Maret 1942 berlanjut dengan direbutnya pangkalan udara Kalijati. Direbutnya pangkalan ini menjadi catatan tersendiri bagi sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena tak lama kemudian terjadi kapitulasi dari tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang. Dengan demikian, Hindia Belanda di Nusantara serta merta jatuh ke tangan tentara pendudukan Jepang. Para pejuang pada masa pendudukan Belanda melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah tanah. Pada masa pendudukan Jepang ini Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna, dan Sasmita ditangkap dan dibunuh tentara Jepang.

Merdeka

Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta berimbas pada didirikannya berbagai badan perjuangan di Subang, antara lain Badan Keamanan Rakyat (BKR), API, Pesindo, Lasykar Uruh, dan lain-lain, banyak di antara anggota badan perjuangan ini yang kemudian menjadi anggota TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang di Subang menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan (Lembang) dan front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Tahun 1946, Karesidenan Jakarta berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya. Bulan Desember 1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya. Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen. Pada masa gerilya selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang, sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen bermukim di daerah Songgom, Surian, dan Cimenteng. Tanggal 26 Oktober 1947 Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan : 1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta. 2.Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma. 3.Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei. Wilayah Kabupaten Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan ibukotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5 April 1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD No. : 01/SK/DPRD/1977.
kumpulan bupati subang


Sumber : http://www.subang.go.id/sejarah.php

Selasa, 18 Mei 2010

Kampung Adat Banceuy

Kampung Adat Banceuy terdapat di wilayah Subang Selatan, tepatnya di Desa Sanca, Kec. Kasomalang, Subang. Kampung Banceuy sebelumnya bernama Negla. Dahulu, di kampung itu hanya terdapat tujuh rumah kemudian karena hantaman angin topan, ketujuh rumah tersebut hancur. Ketujuh tokoh diatas ngabanceuy (bermusyawarah) untuk mengatasi masalah yang ada, mereka sepakat untuk mengundang paranormal yang bernama Bapak Suhab yang berasal dari Kampung Ciuki Desa Pasanggrahan untuk mendirikan sebuah kampung baru, yang letaknya 100 meter dari Banceuy (Negla) yang dulu. Akhirnya ketujuh sesepuht tersebut memutuskan untuk mengganti nama Negla menjadi Banceuy dikarenakan riwayat pencarian nama pengganti Negla ini dilaksanakan dengan cara musyawarah. Sedangkan kata Banceuy sendiri diambil dari bahasa keseharian masyarakat Banceuy yaitu bahasa Sunda, yang artinya adalah musyawarah. Jadi nama Banceuy diambil dari riwayat dicarinya nama tersebut yang dilakukan dengan cara ngabanceuy atau musyawarah.

Adat istiadat yang masih ada di Banceuy yaitu :

Untuk keselamatan dan ketentraman warga Banceuy, harus ditumbalkan atau dikorbankan kambing atau ayam oleh keturunan uyut Artawijaya. Keturunan uyut Artawijaya yang masih hidup yaitu Abah Karlan. Artawijaya mempunyai keturunan yaitu Adijaya, Eyang Itoh merupakan keturunan dari Adijaya, dan Abah Karlan merupakan keturunan dari Eyang Itoh. Adat tersebut masih dilaksanakan sampai sekarang.

Kehidupan warga Banceuy tidak boleh lepas dari uyut Artawijaya karena uyut Artawijaya adalah pemimpin yang terkuat.

Jika akan menanam tanaman, mengadakan tamiang kubur, membakar menyan,

rujakan kelapa, pisang, asem.

Jika akan panen, diadakan sawer daun kawung sasaungan.

Ngarasulkeun, yaitu salah satu wujud rasa syukur dengan cara mengadakan kumpulan dan membakar menyan di tiap-tiap rumah.

Hajat Wawar, yaitu menyediakan sesajen, rujakan, dan makanan yang selanjutnya makanan tersebut akan dibagikan kepada setiap orang yang tidak mampu. Hajat wawar dilakukan setiap 3 bulan sekali di tengah kampung / tiap RT.

Mapag cai, yaitu syukuran agar air dapat mengalir dengan lancar. Dalam 1 tahun dibagi dua,

1. Pada bulan ke-4 : air dialirkan ke luar Banceuy.

2. Pada bulan ke-10 : air dialirkan ke Banceuy, sebelumnya pemerintah telah memberi tahu kepada warga Banceuy bahwa air akan dialirkan ke Banceuy.

Hajat Solokan, yaitu adat memotong domba di mata air, kemudian darahnya dialirkan ke sungai itu. Domba untuk upacara dari masyarakat.

Ruwatan bumi, dilakukan setiap satu kali per tahun. Dalam menentukan hari untuk melakukan ruwatan sudah ditentukan dari dulu, tepatnya ruwatan harus dilaksanakan pada hari Rabu akhir bulan Rayagung (Desember). Ruwatan dilakukan untuk peningkatan perekonomian dan merupakan wujud syukur atas meningkatnya hasil panen.

3 Istilah Ruwatan

1) Ngarumat : memelihara

2) Ngarawat : penghasilan

3) Ngaruwat : kuat dalam menjalani hidup

Jadi, setelah ngarumat dan ngarawat maka dilakukuan ngaruwat agar diberi kekuatan dalam menjalani hidup. Ruwatan hanya dilakukan oleh masyarakat Banceuy. Proses pelaksanaan ruwatan ini dimulai sejak hari Selasa subuh untuk mempersiapkan bahan-bahan ruwatan, pemasangan tanda akan diadakan ruwatan. Ruwatan bumi pertama kali dilakukan oleh warga Banceuy pada tahun 1807. Dalam melakukan ruwatan, diperlukan dana yang tidak sedikit. Biaya ruwatan tahun kemarin (2008) telah menghabiskan dana 20 juta. Warga menyumbangkan dana seadanya.

· Upacara pernikahan di Banceuy tidak memiliki banyak perbedaan dengan upacara pernikahan seperti yang dilakukan oleh masyarakat Sunda pada umumnya, seperti menginjak telur, seserahan, nyawer, dan hiburan. Nyawer yaitu menaburkan beras ke pengantin dengan makna rumah tangga harus mampu memenuhi sandang, dan berbagi kepada saudara dan kerabat. Dalam rumah tangga harus sadugeun, sakopeun, dan sahoseun. Yang artinya penyakit, makan, dan meninggal. Jadi dalam rumah tangga harus bisa memenuhi kebutuhan pokok seperti makan, agar kita tidak terserang penyakit tapi pada dasarnya semua orang itu akan meninggal. Hiburan yang dilaksanakan dalam upacara pernikahan di Banceuy bebas, tetapi sisingaan jarang diadakan walaupun sisingaan tersebut tidak dilarang. Tetapi jika ingin mengadakan sisingaan, maka harus menyewa sisingaan dari kampung lain karena di Banceuy tidak ada sisingaan melainkan Gembyung.

LARANGAN DAN PANTANGAN KAMPUNG ADAT BANCEUY

Di kampung Banceuy terdapat sebuah pohon yang berbentuk seperti janggut.Pohon tersebut tidak boleh ditebang dan di bawah pohon tersebut terdapat mata air yang tidak boleh diganggu oleh siapapun karena tempatnya sangar. Maksud sangar disini bukan angker tetapi tempat tersebut merupakan sumber kehidupan karena jika tempat tersebut rusak maka pertanian kampung Banceuy akan terhambat. Tetapi dikarenaakn kemajuan jaman maka pantangan tersebut ada yang melanggar, tetapi untuk upacara adat dan lainnya sampai sekarang tidak ada yang melanggar. Dan akhirnya sekarang Banceuy kekurangan air , dan tiap pada bulan ke-10 maka Banceuy akan menerima aliran air.

Perempuan di Banceuy dilarang untuk keluar malam kecuali untuk ke masjid, sebab ditakutkan diculik dan dihamili oleh kelong. Kelong disini maksudnya bukan hantu melainkan laki-laki.

MATA PENCAHARIAN KAMPUNG ADAT BANCEUY

Pada umumnya warga Banceuy bekerja sebagai petani. Tapi selain petani, ada juga yang menjadi peternak (sapi). Tanaman yang ditanam diantaranya padi, timun, tomat, kacang, dan sayuran. Hasil panen dari sektor pertanian sekitar 4 truk / 6 truk perminggu. Hasil tersebut kemudian dijual ke Bekasi. Sektor pertanian ( palawija ) dan peternakan ( sapi ) merupakan penyumbang terbesar dalam memajukan Banceuy.

Di Banceuy ada 1 amanat yang harus selalu diingat khusunya untuk kaum perempuan, yaitu “sebagai pelajar, kita harus bisa menjadi generasi penerus yang bisa mencapai cita-cita kita. Dan janganlah disia-siakan jerih payah orang tua yang hanya untuk menyekolahkan kita dikarenakan hilangnya virginitas oleh laki-laki. Karena jika virginitas telah hilang, maka cita-cita yang didambakn tidak dapat dicapai, selain itu jerih payah orang tua kita juga sia-sia