1) Asal-Usul Kesenian Tradisional Sisingaan
Ada beberapa versi tentang asal-usul kesenian yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Jawa Barat ini. Versi pertama mengatakan bahwa sisingaan muncul sekitar tahun 70-an. Waktu itu di anjungan Jawa Barat di TMI1 ditampilkan kesenian gotong singa atau sisingaan yang bentuknya masih sederhana. Dan, dari penampilan di anjungan Jawa Barat itulah kemudian kesenian sisingaan menjadi dikenal oleh masyarakat hingga saat ini.
Versi kedua mengatakan bahwa kesenian sisingaan diciptakan sekitar tahun 1840 oleh para seniman yang berasal dari daerah Ciherang, sekitar 5 km dari Kota Subang. Waktu itu, Kabupaten Subang pernah menjadi "milik" orang Belanda dan Inggris dengan mendirikan P & T Lands. Hal ini menyebabkan seolah-olah Subang menjadi daerah pemerintahan ganda, karena secara politis dikuasai oleh Belanda, tetapi secara ekonomi berada di bawah pengaruh para pengusaha P & T Lands. Akibatnya, rakyat Subang menjadi sangat menderita. Dalam kondisi semacam ini, kesenian sisingaan lahir sebagai suatu bentuk perlawanan rakyat terhadap kedua bangsa penjajah tersebut Dan, untuk menegaskan bahwa kesenian sisingaan adalah suatu bentuk perlawanan, maka digunakan dua buah boneka singa yang merupakan lambang dari negara Belanda dan Inggris. Oleh sebab itu, sampai hari ini dalam setiap permainan sisingaan selalu ditampilkan minimal dua buah boneka singa.
Menurut catatan ahli seni (seniman), seni sisingaan pertama kali muncul pada tahun 1957 di Desa Ciherang sekitar 5km ke selatan Kota Subang. Kemudian berkembang ke daerah lainnya di sekitar Kota Subang. Tokoh-tokoh yang mempopulerkannya antara lain, Ki Demang Ama Bintang, Ki Rumsi, Lurah Jam Mama Narasoma, dan Ki Alhawi Hingga saat-saat sekarang, kesenian sisingaan telah berkembang pesat dan tercatat ada sekitar 165 group dengan jumlah senimannya sekitar 2.695 orang. Perkembangannya ternyata tidak saja di daerah Subang tetapi telah berkembang di daerah Kabupaten Bandung dan Sumedang. Karena perkembangannya itulah, maka untuk melestarikan seni ini Pemerintah Kabupaten Subang selalu mengadakan festifal secara rutin dan mempromosikan ke tingkat provinsi dan nasional terutama di kalangan Pemerintahan dan Dunia.
2) Sejarah & perkembangannya
Terdapat beberapa keterangan tentang asal usul Sisingaan ini, di antaranya bahwa Sisingaan memiliki hubungan dengan bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah lewat binatang Singa kembar (Singa kembar lambang penjajah Belanda), yang pada waktu itu hanya punya sisa waktu luang dua hari dalam seminggu. Keterangan lain dikaitkan dengan semangat menampilkan jenis kesenian di Anjungan Jawa Barat sekitar tahun 70-an, ketika Bupati Subang dipegang oleh Pak Acu. Pada waktu itu RAF (Rachmatulah Ading Affandi) yang juga tengah berdinas di Subang, karena ia dikenal sebagai seniman dan budayawan dari Subang. Dalam prosesnya itu, akhirnya ditampilkanlah Gotong Singa atau Sisingaan yang dalam bentuknya masih sederhana, termasuk musik pengiringnya dan kostum penari pengusung Sisingaan.
Ternyata sambutannya sangat luar biasa, sejak itu Sisingaan menjadi dikenal masyarakat.
Dalam perkembangan bentuknya Sisingaan, dari bentuk Singa Kembar yang sederhana, semakin lama disempurnakan, baik bahan maupun rupanya, semakin gagah dan menarik. Demikian juga para pengusung Sisingaan, kostumnya semakin dibuat glamour dengan warna-warna kontras dan menyolok.. Demikian pula dengan penataan gerak tarinya dari hari ke hari semakin ditata dan disempurnakan. Juga musik pengiringnya, sudah ditambahkan dengan berbagai perkusi lain, seperti bedug, genjring dll. Begitu juga dengan lagu-lagunya, lagu-lagu dangdut popelar sekarang menjadi dominan. Dalam beberapa festival Helaran Sisingaan selalu menjadi unggulan, masyarakat semakin menyukainya, karena itu perkembangannya sangat pesat
Dewasa ini, di Subang saja diperkirakan ada 200 grup Sisingaan yang tersebar di setiap desa, Oleh karena itu Festival Sisingaan Kabupaten Subang yang diselenggarakan setiap tahunnya, merupakan jawaban konkrit dari antusiasme masyarakat Subang. Karena bagi pemenang, diberi peluang mengisi acara di tingkat regional, nasional, bahkan interaasional. Penyebaran Sisingaan sangat cepat, dibeberapa daerah di luar Subang, seperti Sumedang, Kabupaten Bandung, Purwakarta, dll, Sisingaan menjadi sal ah satu jenis pertunjukan rakyat yang disukai, terutama dalam acara-acara khitanan dan perkawinan. Sebagai seni helaran yang unggul, Sisingaan dikemas sedemikian rupa dengan penambahan pelbagai atraksi, misalnya yang paling menonjol adalah Jajangkungan dengan tampilan manusia-manusia yang tinggi menjangkau langit, sekitar 3-4 meter, serta ditambahkan dengan bunyibunyian petasan yang dipasang dalam bentuk sebuah senapan.
3) Sisingaan, Kesenian Tradisional Sunda
Atraksi kesenian tradisional sisingaan biasanya sepasang anak berada di atas tandu singa dikawal empat penari dengan iringan lengkingan terompet dan gendang. Pertunjukan sisingaan ini atraktif dan menghibur. Kesenian khas budaya Sunda ini dapat ditemukan di Kabupaten Subang, Jawa Barat Sisingaan merupakan seni pertunjukan rakyat yang masih bertahan. Kesenian rakyat ini dipertunjukan dalam bentuk arak-arakan. Kesenian ini biasanya ditampilkan pada acara khusus, seperti menyambut tamu agung, perayaan had ulang tahun kemerdekaan, ataupun acara syukuran dan hajatan warga.
Pada atraksi sisingaan abrug atau singa buhun, hiasan singa terbuat dari rangkaian daun pinus dan kertas, bermotif payung dan hiasan. Sementara sisingaan modern atau pergosi memakai boneka singa yang mirip dengan aslinya. Namun pada saat tampil tak ada perbedaan yang mencolok Gerakan dan atraksi para pengusung singa, menampilkan gerakan yang nyaris sama. Pertunjukan sisingaan diiringi lengkingan suara terompet dan gendang. Sepasang anak kecil dengan memakai baju adat Sunda dinaikkan ke atas sepasang tandu singa, yang diusung empat orang pengarak Atraksi pun dilakukan dengan berputar-putar, ataupun maju mundur. Gerakan-gerakan semacam jurus-jurus silat ditampilkan, dipadu dengan gerakan jaipongan, tarian khas Jawa Barat. Atraksi sisingaan memadukan tiga unsur seni utama. Yaitu seni gerak tan atau pencak silat dan jaipongan, seni suara gamelan kendang dan gong, serta seni busana para pemainnya.
Konon dikisahkan, kesenian Sisingaan terkait erat dengan salah satu bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah. Perlawanan tersebut diwujudkan melalui binatang singa kembar. Dua singa yang ditandu dilambangkan sebagai lambing penjajah, sementara pengusungnya dilambangkan sebagai rakyat yang terjajah. Singa sendiri merupakan lambing dari Negara Inggris. Sementara dalam sisingaan, boneka singa dinaiki anak kecil, dimaksudkan untuk memperolok penjajah (Inggris) yang dating ke Indonesia dengan membonceng para tentara Belanda. Seperti diketahui, tahun 1942 perang dunia ke dua tidak hanya melanda Negara-negara besar. Bahkan Nusantara pun kena getahnya Disebuah lapangan terbang militer yang terletak di Kalijati (terdapat di selatan Subang) berlangsung sebuah perjajian yang membawa bangsa Indonesia menjadi jajahan Jepang sebelum akhirnya berbasil memproklamasikan din sebagai sebuah Negara yang merdeka. Tampaknya hal ini sangat menginspirasi tetua setempat hingga munculah kesenian Sisingaan.
Lepas dari bentuk perlawanan tersebut, dalam perkembangannya, ada yang menyebut sisingaan sebagai penolak bala, ada pula yang sebatas ditampilkan untuk menyemarakan arak-arakan (yang dalam idtilah Sunda disebut helaran). Bahkan bagi sebagian masyarakat Sunda, menampilkan kesenian Sisingaan dalam hajatan sunat anak laki-laki mereka adalah sebuah kebanggaan. Kondisi geo gratis acap mempengaruhi bentuk kesenian sisingaan di berbagai belahan dunia. Demikian pula sisingaan. Si kabupaten Jawa Barat misalnya, terdapat 3 macam wilayah, Subang atas(pegunungan), Subang Daratan, dan Subang Pesisir. Masing-masing wilayah memiliki kebudayaan tersendiri yang mau tidak mau memengaruhi perkembangan kesenian sisingaan. Perkembangan secara keseluruhan pun terbilang signifikan. Dari bentuk boneka singa kembar yang sederhana, menjadi singa-singa yang tampak gagah lagi menarik Kostum para pengusung singa kembar pun tak mau kalah, dari yang tampak ala kadarnya sampai penuh warna dan kadang kontras menyolok mata. Seolah ingin menunjukan "inilah kami".
4) Pertunjukan
Pertunjukan Sisingaan pada dasarnya dimulai dengan tetabuhan musik yang dinamis. Lalu diikuti oleh permainan Sisingaan oleh penari pengusung sisingaan, lewat gerak antara lain: Pasang/Kuda-kuda, Bangkaret, Masang/Ancang-ancang, Gugulingan, Sepakan dua, Langkah mundur, Kael, Mincid, Ewag, Jeblag, Putar taktak, Gendong Singa, Nanggeuy Singa, Angkat jungjung, Ngolecer,Lambang, Pasagi Tilu, Melak cau, Nincak rancatan, dan Kakapalan. Sebagai seni Helaran,
Sisingaan bergerak terns mengelilingi kampung, desa, atau jalanan kota. Sampai akhirnya kembali ke tempat semula. Di dalam perkembangannya, musik pengiring lebih dinamis, dan melahirkan musik Genjring Bonyok dan juga Tardug.
Pola penyajian Sisingaan meliputi:
1. Tatalu (tetabuhan, arang-arang bubuka) atau keringan
2. Kidung atau kembang gadung
3. Sajian Ibingan di antaranya solor, gondang, ewang (kangsreng), catrik, kosong-kosong dan lain-lain
4. Atraksi atau demo, biasanya disebut atraksi kamonesan dalam pertunjukan Sisingaan yang awalnya terinspirasi oleh atraksi Adem Ayem (genjring akrobat) dan Liong (barongsay)
5. Penutup dengan musik keringan.
Musik pengiring Sisingaan pada awalnya cukup sederhana, antara lain: Kendang Indung (2 buah), Kulanter, Bonang (ketuk), Tarompet, Goong, Kempul, Kecrek. Karena Helaran, memainkannya sambil berdiri, digotong dan diikatkan ke tubuh. Dalam perkembangannya sekarang memakai juru kawih dengan lagu-lagu (baik vokal maupun intrumental), antara lain. Lagu Keringan, Lagu Kidung, Lagu Titipatipa, Lagu Gondang,Lagu Kasreng, Lagu Selingan (Siyur, Tepang Sono, Awet rajet, Serat Salira, Madu dan Racun, Pria Idaman, Goyang Dombret, Warudoyong dll), Lagu Gurudugan, Lagu Mapay Roko atau Mars-an (sebagai lagu penutup). Lagu lagu dalam Sisingaan tersebut diambil dari lagu-lagu kesenian Ketuk Tilu, Doger dan Kliningan.
5) Pemaknaan
Ada beberapa makna yang terkandung dalam seni pertunjukan Sisingaan, diantaranya:
• Makna sosial, masyarakat Subang percaya bahwa jiwa kesenian rakyat sangat berperan dalam diri mereka, seperti egalitarian, spontanitas, dan rasa memiliki dari setiap jenis seni rakyat yang muncul.
• Makna teatrikal, dilihat dari penampilannya Sisingaan dewasa ini tak diragukan lagi sangat teatrikal, apalagi setelah ditambahkan berbagai variasi, seperti jajangkungan dan lain-lain.
• Makna komersial, karena Sisingaan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka, maka antusiasme munculnya sejumlah puluhan bahkan ratusan kelompok Sisingaan dari berbagai desa untuk ikut festival, menunjukan peluang ini, karena si pemenang akan mendapatkan peluang bisnis yang menggiurkan, sama halnya seperti seni bajidoran.
• Makna universal, dalam setiap etnik dan bangsa seringkali dipunyai pemujaan terhadap binatang Singa (terutama Eropa dan Afrika), meskipun di Jawa Barat tidak terdapat habitat binatang Singa, namun dengan konsep kerkayatan, dapat saja Singa muncul bukan dihabitatnya, dan diterima sebagai miliknya, terbukti pada Sisingaan.
• Makna Spiritual, dipercaya oleh masyarakat lingkungannya untuk keselamatan/ (salametan) atau syukuran.
REFERENSI :
Sisingaan Available http://id.wikipedia.org/wiki/Sisingaan
Sisingaan Available http://uun-balimah.blogspot.com/2008/09/sisingaan-
kesenian-tradisional.html
Sisingaan Available http://www.indosiar.com/ragam/64095/sisingaan-kesenian-
tradisional-sunda
Sisingaan Available http://liburan.info/content/view/347/43/lang4ndonesian/
Sisingaan Available http://bandungdailvphoto.com/2010/03/mv-world-
sisingaan.html
M. Halwi dahlan.2007.jurrtal pemlilian. Bandung:Balai pelestarian sejarah dan Nilai tradisional Bandung.
Yuliadi Soekardi dan U Syahbudu».200
Wawancara dengan Ibu Imay, Pimpinan Grop Sisingaan Sukaresmi, Subang, 7 April 2010.
Bapak Mumuk Mukmurti, Pimpinan Gr Sisingan Cibogo, Subang, 16 April 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar